Metode Line Balancing dan Prinsip 5S



PERANCANGAN SISTEM PRODUKSI DI RUMAH PEMOTONGAN AYAM ( RPA )KURNIA JAYA DENGAN  METODE LINE BALANCING.
FINAL ASSESMENT
Disusun Oleh:
Hariadi Purnomo
Priyangga Arya Sadewa
Ilham Maulana Hakim
Gita Ayu Dinar Pramesti
Kelompok  3

KELOMPOK PENELITIAN SISPROMASI
FAKULTAS REKAYASA INDUSTRI
UNIVERSITAS TELKOM
2014



BAB 1 PENDAHULUAN


Perusahaan fillet ayam RPA Kurnia Jaya yang terletak di babakan ciamis jalan Terusan Buah Batu merupakan salah satu perusahaan yang men supply  pasokan daging ayam ke berbagai daerah terutama kota Jakarta. Produk yang diproduksi diantaranya daging fillet bagian paha dan dada serta tersedia dalam kemasan lima dan dua kilogram. Pasokan ayam didapat dari peternakan ayam yang terletak tidak jauh dari tempat fillet tersebut. Perusahaan ini beroperasi pada malam hari mulai jam 23.00 sampai jam 04.00 pagi dengan jumlah pegawai sekitar 20 orang dengan pembagian kerja di workstation satu memotong paha bawah dan sayap dan workstation kedua memotong kepala, kaki dan membelah badan ayam menjadi dua dan di workstation stiga  fillet paha, workstation empat mernguliti dan workstation lima meinmbang packaging.
Perusahaan fillet ini sering mengalami kesulitan dalam memnuhi permintaan dari konsumen, masalah tersebut terjadi karena peraturan kerja yang tidak terlalu ketat dan berkurangnya pasokan ayam potong dari peternakan. Peraturan kerja yang tidak terlalu ketat merupakan sumber pertama yang menyebabkan demand tidak terpenuhi, hal itu terjadi karena setiap tenaga kerja selalu berpindah workstation dalam hari yang berbeda dan mengizinkan tenaga kerja untuk tidak masuk tanpa mengganti dengan tenaga kerja yang baru untuk sementara waktu.
  Perusahaan fillet ini sering mengalami kesulitan dalam memnuhi permintaan dari konsumen, masalah tersebut terjadi karena peraturan kerja yang tidak terlalu ketat dan berkurangnya pasokan ayam potong dari peternakan. Peraturan kerja yang tidak terlalu ketat merupakan sumber pertama yang menyebabkan
 
Gambar 1. 1 Diagram Waktu Proses
Berpindah-pindahnya tenaga kerja membuat setiap operator tidak memiliki keahlian khusus dalam melakukan pekerjaannya sehingga terdapat pemborosan waktu yang digunakan dalam melakukan proses fillet satu bagian ayam, berikut ini merupakan workstation fillet paha dimana terdapat 5 operator yang mengerjakannya. Terdapat perbedaan waktu proses yang cukup besar dari setiap operator dalam melakukan proses fillet paha. Dari grafik terlihat setiap operator memiliki ketidakseimbangan dalam mengerjakan fillet bagian paha, ketidakseimbangan ini memiliki interval yang sangat jauh.
Sumber masalah kedua yang menyebabkan demand tidak terpenuhi adalah supply dari peternakan ayam yang tidak menentu jumlahnya. Perusahaan fillet daging ayam ini sangat bergantung pada peternakan ayam, tetapi alternative lain yang dilakukan perusahaan dalam memenuhi demand yang ada dengan mencari peternakan ayam yang berbeda sehingga bisa memenuhi pasokan jika dari peternakan ayam yang pertama kurang. Masalah yang terjadi ketika dari beberapa peternakan tersebut memasok jumlah ayam yang sedikit sehingga perusahaan terpaksa tidak dapat memenuhi demand yang ada.
1.      Bagaimana pengelompokan kegiatan per stasiun kerja supaya lebih efisiensinya di RPA Kurnia Jaya dengan menggunakan RPW, RA dan Largest Candidate Rule?
2.      Bagaimana metode Line Balancing yang tepat digunakan pada RPA Kurnia Jaya?
3.      Bagaimana menerapkan prinsi 5S pada RPA Kurnia Jaya?
4.      Bagaimana rancangan untuk mengoptimalkan proses pemfilletan paha di RPA Kurnia Jaya dengan sistem otomasi?
1.    Mengetahui kelompok kegiatan per stasiun kerja yang lebih efisien di RPA Kurnia Jaya dengan menggunakan RPW, RA dan Largest Candidate Rule
2.    Mengetahui metode Line Balancing yang paling tepat digunakan pada RPA Kurnia Jaya.
3.     Mengetahui penerapan prinsip 5S di RPA Kurnia Jaya.
4.    Mengetahui rancangan optimalisasi fillet paha menggunakan sistem otomasi.
1.    Penelitian dilakukan di RPA Kurnia Jaya
2.    Dalam penelitian ini fillet  yang dibahas hanya fillet bagian paha dengan berat 5kg dan tidak melakukan pengkajian terkait masalah pada bagian peternakan ayam .
3.    Menggunakan metode Line Balancing RPW, RA dan Largets Candidate Rule.
4.    Menggunakan prinsip 5S.
Adapun manfaat bagi perusahaan adalah sebagai berikut :
a.       Waktu siklus untuk setiap operator berkurang
b.      Mengefektifkan jam kerja perusahaan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini, terdiri atas beberapa bagian dan disusun sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisikan tentang landasan teori yang mendasari analisa analisa yang digunakan di metode penelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelasakan tentang variabel penelitian, metode pengumpulan data, waktu dan tempat penelitian, dan prosedur analisis data.
BAB VI PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisikan tentang pengumpulan data dan juga pengolahan data.
BAB V ANALISIS DATA
Bagian ini berisi analisis dari hasil pengolahan data.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian dan saran terkait analisis yang dilakukan.




2.1. Line Balancing

Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan untuk membuat produk yang biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang ditangani oleh satu pekerja atau lebih.
Tujuan utama dari penyusunan Line Balancing ini adalah untuk menyeimbangkan beban kerja yang terdapat pada setiap tempat kerja. Hal ini dilakukan untuk mengurangi effisiensi yang akan terjadi akibat adanya ketidakseimbangan beban kerja.
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay). Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut (Gasperz,  1998):
1.    Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap stasiun kerja sehingga setiap stasiun kerja selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya kemacetan (suatu operasi yang membatasi keluaran dan frekuensi produksi.).
2.    Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar dan berlangsung terus menerus.
3.    Meningkatkan efisiensi/produktifitas.
Precedence constraint adalah batasan terhadap urutan pengerjaan elemen kerja. Kendala precedence dapat digambarkan secara grafis dalam bentuk diagram precindence. Precidence diagram merupakan diagram sederhana sebagai prosedur dasar untuk mengalokasikan elemen-elemen aktivitas dimana memperlihatkan hubungan suatu aktivitas untuk mendahului aktivitas yang lain. Precedence diagram berfungsi untuk mempermudah penjelasan dari elemen-elemen aktivitas yang ditempatkan dalam suatu stasiun kerja. Dimana pada pada proses assembly ada dua kondisi yang biasa muncul, yaitu (Ginting, 2007,p.11) :

1.      Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan, jadi setiap komponen mempunya kesamaan yang sama untuk dikerjakan terlebih dahulu.
2.      Apabila suatu komponen telah dipilih terlebih dahulu untuk suatu assembly, maka urutan pengerjaan komponen-komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan precedence untuk pengerjaan komponen-komponen

Gambar 2. 1 Precedence Diagram

Keterangan dari gambar:
1.      Simbol lingkaran serta nomor didalamnya untuk mempermudah identifikasi asli dari suatu proses produksi
2.      Tanda panah menunjukkan ketergantungan dalam urutan proses produksi
3.      Angka diatas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap proses produksi.
Waktu siklus (cycle time) tersebut merupakan suatu total waktu dari awal hingga akhir dari proses kegiatan, termasuk waktu tunggu. Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada umumnya sedikit berbeda dari siklus ke siklus sekalipun operator berkerja pada kecepatan normal atau seragam, karena setaip elemen taip siklus berbeda dan tidak bisa diselesaikan dalam waktu yang sama.
Waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan kemampuan rata-rata. Waktu normal diperoleh dari waktu siklus yang telah disesuaikan dengan berbagai faktor yang berpengaruh dari operator sample.


Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan seorang pekerja rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan secara wajar dalam suatu rancangan sistem kerja tertentu.
Faktor kelonggaran dinyatakan dalam persen dimana faktor kelonggaran meliputi:
·         Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
·         Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah
·         Kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan

2.1.5 Idle time
Idle time adalah waktu menganggur selama jam kerja yang disebabkan antara lain faktor alam, menunggu muatan, alat rusak, dan lain-lain. Waktu menganggur (idle time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yang ditugaskan padanya membutuhkan waktu yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan. Dengan kata lain idle time adalah selisih atau perbedaan antara Cycle Time (CT).

2.1.6 Smoothness Index
Smoothest Index merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif atau cara untuk mengukur tingkat waktu tunggu relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu.

2.1.7 Line Efficiency
 Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan siklus dikalikan jumlah stasiun kerja. Line Efficiency dapat menunjukkan tingkat efisiensi suatu lintasan.
N = waktu operasi
S = jumlah stasiun kerja
Ts max = waktu stasiun kerja maksimal
2.1.8        Balance Delay
Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja.


2.1.9        Workstation
Work Station merupakan tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja yang efisien dapat ditetapkan dengan rumus.
w = min integer Twc / Tc

2.1.10    Production Speed
Keceptan produksi yang dibutuhkan dalam membuat satu unit produk.

2.2. Metode Line Balancing

2.2.1 Metode Region Approach (Killbridge Wester Heursitik)

Killbridge Wester adalah metode yang dirancang oleh M. Killbridge dan L. Wester sebagai pendekatan lain untuk mengatasi permasalahan keseimbangan lintasan perakitan. Metode ini dilakukan dengan pengelompokan tugas kedalam sejumlah kelompok yang mempunyai tingkat keterhubungan yang sama. Langkah-langkah yang digunakan sebagai berikut :
1.      Buat precedence diagram dari persoalan yang dihadapi. Bagi tiap elemen kerja dalam diagram tersebutke dalam kolom dari kiri ke kanan. Kolom I adalah elemen-elemen kerja yang tidak memiliki elemen kerja pendahuluan. Kolom II adalah elemen-elemen kerja yang memiliki pendahulaun di kolom I. Begitu seterusnya dengan kolom selanjutnya.
2.      Tentukan waktu siklus dari bilangan prima waktu total elemen kerja dan tentukan jumlah stasiun kerja.
3.      Tempatkan elemen-elemen kerja ke stasiun kerja sehingga total waktu elemen kerja tidak melebihi waktu siklus.
4.      Bila penempatan suatu elemen kerja mengakibatkan total waktu elemen kerja melebihi waktu siklus maka elemen kerja tersebut ditempatkan di stasiun kerja berikutnya.
5.      Ulangi langkah 3 dan 4 sampai seluruh elemen kerja ditempatkan.

Ranked Positional Weight adalah metode yang diusulkan oleh Helgeson dan Birnie sebagai pendekatan untuk memecahkan permasalahan pada keseimbangan lini dan menemukan solusi dengan cepat. Konsep dari metode ini adalah menentukan jumlah stasiun kerja minimal dan melakukan pembagian task kedalam stasiun kerja dengan cara memberi bobot posisi kepada setiap task sehingga semua task telah ditempatkan kepada sebuah stasiun kerja.
Urutan langkah-langkah pada metode RPW adalah sebagai berikut (Ginting, 2007,p.217):
1.      Hitung bobot setiap elemen kerja. Bobot posisi suatu elemen adalah jumlah waktu elemen-elemen pada rantai terpanjang mulai elemen tersebut mulai elemen tersebut sampai elemen terakhir. Bobot RPW = waktu proses tersebut + waktu proses operasi-operasi berikutnya
2.      Urutkan elemen-elemen menurut bobot posisi dari besar ke kecil
3.      Hitung waktu siklus
4.      Tempatkan elemen kerja dengan bobot terbesar pada stasiun kerja sepanjang tidak melanggar precedence dan waktu stasiun tidak melebihi waktu siklus
5.      Ulangi langkah 3 sampai seluruh elemen ditempakan
Prinsip dasarnya adalah menggabungkan proses-proses atas dasar pengurutan operasi dari waktu proses terbesar hingga elemen dengan waktu operasi terkecil. Sebelum dilakukan penggabungan, harus ditentukan dahulu berapa waktu siklus yang akan dipakai. Waktu siklus ini akan dijadikan pembatas dalam penggabungan operasi dalam satu stasiun kerja.  Algoritma ini terdiri dari beberapa tahap :
a.       Mulai dari atas, pilih elemen yang akan ditugaskan pada stasiun pertama, yang memenuhi   persyaratan precedence dan tidak menyebabkan total jumlah Tek pada stasiun terebut melebihi Ts.
b.      Jika tidak ada elemen lain yang dapat ditugaskan tanpa melebihi Ts , maka lanjutkan ke stasiun berikutnya.
c.       Ulangi langkah 1 dan 2 untuk stasiun lainnya sampai seluruh elemen selesai ditugaskan.
d.      Tentukan nilai efisien, balance delay, smoothness index nya.


Sistem Dorong, merupakan sistem yang umum digunakan oleh industri manufaktur, perpindahan material dan pembuatan produk dilakukan dengan cara mendorong material dari satu proses ke proses berikutnya dengan dimulai dari proses paling awal menuju ke proses paling akhir. Sekali beroperasi, maka pekerjaan akan mengalir terus dari satu proses ke proses berikutnya tanpa mempertimbangkan bagaimana dan apa yang akan terjadi pada proses paling akhir. Aktivitas ini akan berlangsung terus menerus meskipun proses-proses sesudah (subsequent process) tidak mengkonsumsi jumlah material pada tingkat yang sama dengan material yang didorong dari proses sebelum (preceding process).
Sistem Tarik adalah suatu sistem pengendalian produksi dimana proses paling akhir dijadikan sebagai titik awal produksi. Dengan demikian rencana produksi yang dikehendaki, dengan jumlah dan tanggal yang telah ditentukan, diberikan kepada proses paling akhir. Dalam Sistem Tarik, proses sesudah akan meminta atau menarik material dari proses sebelum dengan berdasarkan pada kebutuhan aktual dari proses sesudah. Dalam hal ini proses sebelum tidak boleh memproduksi dan mendorong atau memberikan komponen kepada proses sesudah sebelum ada permintaan dari proses sesudah. Dengan cara ini rencana proses produksi akan berjalan dari departemen produksi akhir ke departemen produksi paling awal. Dalam sistem tarik jumlah persediaan diusahakan sekecil mungkin dan biasanya disimpan dalam lot yang berukuran standar dengan membatasi jumlah dari lot tersebut.
2.4.            Prinsip 5S
Di Jepang ada prinsip 5S yang merangkum serangkaian aktivitas untuk pemborosan yang menyebabkan kesalahan, cacat dan kecelakaan di lingkungan kerja. Berikut prinsip 5S, antara lain
1.      Seiri
Memilah barang – barang yang digunakan dan tidak digunakan kemudian menyingkirkan barang yang tidak digunakan
2.      Seiton
Setiap barang atau tool mempunyai tempat untuk meletakan barang tersebut.
3.      Seiso
Proses pembersihan sering kali berbentuk pemeriksaan yang mengungkapkan abnormal dan kondisi sebelum terjadinya kesalahan yang dapat berdampak buruk terhadap kualitas atau menyebabkan kerusakan pada produk maupun alat.
4.      Seiketsu
Menciptkan peraturan guna mengembangkan sistem operasi dan prosedur untuk mempertahankan dan memonitor ketiga S sebelumnya.
5.      Shitsuke.
Menjaga agar tetap stabil merupakan proses yang berkelanjutan dan peningkatan.
Didalam produksi massal prinsip 5S berguna karena dapat menghilangkan pemborosan. Selain menghilangkan pemborosan prinsip 5S dapat meningkatkan sistem aliran proses.
2.5.            Sistem Otomasi
Ide dasar otomasi adalah sebagai berikut :
e.       Penggunaan elektrik dan atau mekanik untuk menjalankan mesin/alat tertentu.
f.       Disertai “otak” yang mengendalikan mesin/alat tersebut.
g.      Agar produktivitas meningkat dan ongkos menurun
Berdasarkan ide dasar tersebut maka beberapa ahli menyatakan bahwa otomasi adalah proses yang secara otomatis mengontrol operasi dan perlengkapan sistem dengan perlengkapan mekanik/elektronik yang dapat mengganti manusia dalam mengamati, dan mengambil keputusan.
Berdasarkan Grover P.M et al (1986) otomasi merupakan teknologi yang berkaitan dengan penggunaan operasi dan kontrol produksi secara mekanis, elektronik, dan sistem yang berbasis komputer (computer-based system).
Menurut Grover P.M  (2001) menyatakan bahwa otomasi merupakan teknologi yang proses maupun prosedurnya diselesaikan tanpa keterlibatan langsung manusia. Sehingga secara umum sistem otomasi dapat didefinisikan sebagai suatu teknologi ang berkaitan dengan aplikasi mekanik, elektronik dan sistem yang berbasis komputer (komputer, PLC atau mikro). Semuanya bergabung menjadi satu untuk memberikan fungsi terhadap manipulator (mekanik) sehingga akan memiliki fungsi tertentu.




Comments

Popular posts from this blog

Komponen Kompresor

Proses metalurgi powder metal